Skip to main content

Financial Freedom

Image by WorldSpectrum from Pixabay

Sesuai tulisan saya sebelumnya, catatan kali ini seputar bagaimana saya tetap bisa menafkahi keluarga padahal tidak kerja di kantor. 

Setelah beberapa bulan ini saya berkecimpung di bidang investasi dan trading, sepertinya penting bagi saya untuk share ini untuk inspirasi muslimkantoran. Yaitu mengenai perjalanan saya yang menurut saya ada bagian esensial dan ada pula yang bisa jadi cenderung buang-buang waktu. Berikut bila dikupas

1. Lulus kuliah S1 

Ini termasuk wajib untuk kebanyakan orang, yang kalau ada kesempatan memang mau tidak mau harus dapat ijasah S1. Hal ini karena saya cukup paham mengenai bidang personalia/SDM, karena kolega saya di kantor manapun biasanya orang penting di divisi SDM. Ceklist di perusahaan terutama multinational memang minimal ijasah S1 kalau mau karir bagus. Ini membantu para manajemen untuk mempertanggungjawabkan pada Pemangku kepentingan di setiap laporan.

Kemudian prioritasnya untuk freshgraduate itu pada jurusan dan pengalaman organisasi dan magang. Untuk perusahaan besar menyukai freshgraduate untuk ditatar ulang dalam program tersendiri karena bisanya mereka punya corporate university. Kalau bisa ikuti program ini untuk perusahaan besar. Kebetulan kalau saya sendiri tidak mulai dari perusahaan besar dan tidak dari program semacam management trainee tersebut, tapi risk untuk karir lebih besar, itu makanya saya perlu tahapan berikutnya ini.

2. Lulus kuliah S2

Terus terang akan memakan biaya, tapi ini worth it kalau miss the opportunity yg saya sebutkan di atas. Ini menciptakan peluang baru layaknya menjadi Jedi Master, bukan sekedar Jedi Knight, dalam sebuah perusahaan. Syaratnya yaitu cukup kuasai benar ilmu2 tersebut, itu makanya disebut Master. Ini perlu diingat karena tidak sedikit mahasiswa yang lulus hanya sekedar mencari ijasah tanpa benar paham pada ilmunya. Kalau S1 tadi dan kemudian masuk corporate university mungkin ok karena itu lebih relevan dengan jenis atau cara kerja yang diinginkan perusahaan. Kalau lulusan S2 lain cerita, perusahaan yang ingin tahu bagaimana seharusnya pekerjaan itu dilakukan. Itu juga untuk menghemat daripada membayar konsultan eksternal.

3. Give extra mile 

Dalam karir, lupakan sejenak titel, jabatan, gaji, rank, dsb, apalagi sampai membandingkan dengan kolega sejawat. Itu buang-buang energi, saya tahu benar itu untungnya karena saya terhindar dari sifat itu, tapi memahami rekan-rekan yang seperti itu yang jatuhnya skeptis dan stres sendiri. Akhirnya keluar dari kantor, dan Alhamdulillah mendapat pekerjaan yang lebih baik di kantor lain. Ada juga yang tidak mujur, yang setelah keluar tidak lama pindah lagi, dan lagi, hilang kabar.

Saya termasuk yang tutup telinga dari isu politik kantor, sering dibilang golden boy dsb, di kantor manapun. Kenapa? Karena saya terus berusaha memahami apa yang diinginkan dan yang diperlukan. Saya konsultannya dalam kedok pegawai. Tidak heran saya naik jabatan ataupun naik gaji lumayan cepat. Di kantor saya yang terakhir saya dijuluki direktur lain-lain, karena mengurusi segala hal. Hikmahnya itu, kerjakan tidak usah hitung-hitung. Kalau tidak dapat yang semestinya, Allah yang akan membayarnya.

4. Tabungan 

Selalu sisihkan uang untuk hari depan. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi.

5. Keahlian sampingan 

Jangan batasi satu jenis keahlian. Saya sekarang justru aktualisasi di bidang investment karena keahlian diluar pekerjaan pokok saya dulu.


Semoga para pembaca ini juga dapat meraih financial freedom, atau jika sudah dapat senantiasa meraih Al-Falah. Aamiin YRA


Popular posts from this blog

Agile, Buru-buru, Labil?

Bismillah... Semoga Allah segera meluruskan bila ada yang salah dalam pemikiran saya ini yang hendak saya tuliskan ini. Image by Free-Photos from Pixabay Cerita kali ini tentang salah satu personality traits yang cukup populer di era teknologi saat ini, era digital, era milenial. Tidak lain ialah soal kelincahan, atau agility, yang bagi kalangan gamers

Hijrah Kontemporer, perlukah?

Image by Johannes Plenio from Pixabay Setelah sekian lama masuk ke dunia kerja, rasanya kehidupan tidak semulus kebanyakan dongeng semasa kecil, tidak selurus ajaran di bangku sekolah.    Ya, hidup itu keras, menghalalkan segala cara bisa jadi ada tergantung budaya kantornya, yang sudah mengakar. Maka bagaimanakah nasib muslim kantoran yang sudah terlanjur masuk ke industri yang tidak lurus? 

Me versus the World

Image by mbll from Pixabay Pernahkah ketika pertama kali masuk kantor, atau dipindahkan ke sebuah tim atau area, tantangan yang dihadapi adalah lingkungan yang kurang berkenan, atau bahkan kacau. Maksudnya, di dalam lingkungan tersebut sepertinya hal-hal yang berbau atau bahkan kegiatan maksiat itu sendiri sudah menjadi sesuatu hak yang biasa. Sebutlah aktivitas seperti hengki pengki, minum-minum, hiburan malam, main cewek, belum lagi yang lebih parah terjebak dalam ekosistem fraud yang terorganisir, pernah? Tapi pada kenyataannya mereka itu banyak (majority), sedangkan kita anak baru, sendirian, bisa apa?