Skip to main content

Mendapat Pekerjaan Karena Koneksi?


Tamat sekolah bukan berarti sudah selesai kepusingan, justru itulah awal masuk ke dunia persaingan di pasar tenaga kerja. Banyak faktor yang mempengaruhi diterimanya seorang lulusan dalam suatu lowongan kerja, yang teratas pastinya kemampuan akademis, kemudian soft-skills antara lain penguasaan bahasa asing, pengalaman berorganisasi, penggunaan komputer, networking, dan masih banyak lainnya. Tentu saja sebagaimana mekanisme pasar, supply demand, ujung-ujungnya harga.

Terlepas dari mekanisme validasi (tes/ujian masuk, TPA, interview) di masing-masing perusahaan, tapi umumnya bagi lulusan yang memiliki nilai plus pastinya tidak perlu pusing untuk klop mendapat harga yang ok. Ada juga, yang karena dulunya sempat magang maka memiliki hubungan atau istilahnya referensi yang baik. Tapi ada lagi yang tidak perlu pusing, yang misalnya di keluarganya memiliki koneksi di perusahaan yang dituju tersebut. Bisa jadi karena di keluarganya ada yang sedang menjabat posisi penting di perusahaan, sehingga terbuka peluang. Dan sebenarnya saya dulu pernah juga sempat ditawari seperti itu, tapi saya dengan berbagai alasan lebih memilih untuk mencari sendiri saja. Waktu itu pun saya juga belum begitu into syariah, cuma rasanya kok kurang enaknya saja di hati ini kalau dibantu semacam itu. Nah sekarang saya flashback dan coba melihat aspek syariahnya, dan ketemu banyak tapi yang agak panjang dan bisa dipahami secara fair link berikut ini:

Singkat cerita, saya merasa beruntung dulu cari sendiri, daripada kepikiran terus, dan mungkin anak-anak saya juga dididik begitu juga supaya mandiri.

Tidak bermaksud mendiskreditkan pihak tertentu, tulisan ini bertujuan untuk saling mengingatkan, terutama kepada diri saya sendiri. Bisa jadi, ke depan ada tawaran jabatan yang bukan karena reputasi ataupun referensi, tapi karena ada tawaran maharnya, mesti bayar sekian, atau embel-embelnya di kemudian hari mesti rajin mempersembahkan upeti dan lain sebagainya yang kok malah jadi repot. Tentunya mending berusaha saja bekerja sebaik mungkin, hasbunallah..
Wallahu a'lam

Popular posts from this blog

Agile, Buru-buru, Labil?

Bismillah... Semoga Allah segera meluruskan bila ada yang salah dalam pemikiran saya ini yang hendak saya tuliskan ini. Image by Free-Photos from Pixabay Cerita kali ini tentang salah satu personality traits yang cukup populer di era teknologi saat ini, era digital, era milenial. Tidak lain ialah soal kelincahan, atau agility, yang bagi kalangan gamers

Hijrah Kontemporer, perlukah?

Image by Johannes Plenio from Pixabay Setelah sekian lama masuk ke dunia kerja, rasanya kehidupan tidak semulus kebanyakan dongeng semasa kecil, tidak selurus ajaran di bangku sekolah.    Ya, hidup itu keras, menghalalkan segala cara bisa jadi ada tergantung budaya kantornya, yang sudah mengakar. Maka bagaimanakah nasib muslim kantoran yang sudah terlanjur masuk ke industri yang tidak lurus? 

Mengejar Akhlaq, Umat yang sedikit

Image by John Hain from Pixabay Salam, Ini cerita flashback saya ketika di bangku SD. Kebetulan saya dimasukkan ke sekolah negeri, yang satu kelas isinya banyak sekali murid, sekalipun sudah dibagi kelas pagi dan siang. Pelajaran agama yang diajarkan di sekolah itu ialah agama Islam. Meskipun saya tidak terlalu pandai menghafal, tetapi saya cukup cerdik mempelajari situasi supaya mendapat nilai bagus di mata pelajaran agama tersebut, tentunya bukan dengan mencontek ataupun cara yang tidak mulia lainnya. Sebaliknya, ternyata trik yang saya lakukan itu merupakan pelajaran yang berharga seterusnya bagi kehidupan saya. Akhlaq.