Kebiasaan manusia setelah belajar itu show-off ilmu. Lebih parahnya adu ilmu. Kalau di dunia kerja umumnya memang karyawan dilatih untuk memiliki softskill untuk berdebat, dibekali pengetahuan dan pemahaman, serta kelantangan. Bagaimana dalam Islam?
![]() |
Image by Kristin Baldeschwiler from Pixabay |
Di awal-awal pendalaman kembali agama Islam, sering saya menguji antara apa yang pernah saya dapat dengan bagaimana yang seharusnya sesuai syariah. Sedikit intro, dalam mempelajari ajaran Islam biasanya dibagi dalam tiga bagian besar, yaitu Aqidah, Syariah, dan Akhlaq. Iman, keesaan Allah, Muhammad s.a.w. nabi dan rasul terakhir, bagaimana orang kafir, musyrik dan munafik, dan sebangsanya merupakan bahasan bab Aqidah. Sedangkan bab Akhlaq lebih membahas perilaku, hubungan dengan Allah dan sesama, sehingga keywords-nya misalnya ikhsan, hasan, jujur, ikhlas, bersyukur, bersabar.
Kemudian yang akan terkait dengan cerita saya kali ini adalah bab Syariah, yaitu ajaran Islam mengacu pada Al-Quran dan Hadits. Dari sinilah muncul hukum halal, haram, mubah, makruh, sunah. Adapun penafsirannya dari para ulama sebagai pewaris nabi, yang kemudian kita kenal dengan ilmu Fiqh. Ada empat sekolah Fiqh, atau sering disebut madzhab, yaitu Hanafi, Syafi'i, Maliki, dan Hanbali. Di Indonesia banyak diwarnai dari Syafi'i, meskipun ada juga ajaran-ajaran yang sebenarnya dari imam-imam yang lain, tergantung juga daerahnya. Karena dahulu ketika ulama nusantara belajar Islam, mereka menyebar, ada yang belajar di Arab, Mesir, Maroko, dan lainnya. Tidak pernah menjadi masalah, selama jelas dan tahu dalil yang melandasinya.
Dalam Al-Quran, jelas diharamkam memakan/konsumsi babi, darah, khamr, dan bangkai. Lalu bagaimana dengan anjing apakah haram dimakan? Jawabnua ya karena ada haditsnya. Bangkai ikan dan belalang juga dibolehkan karena ada haditsnya. Bagaimana dengan narkoba? Sebelumnya kita ketahui dulu khamr itu minuman keras, sifatnya memabukkan sebagaimana narkoba juga, ini namanya qiyas, mencari padanan. Tapi dasar hukumnya narkoba haram lebih pada ijma kesepakatan ulama. Sebagaimana dijelaskan ustad Adi Hidayat, ulama itu bentuk jamaknya alim, artinya banyak tidak sendirian. Selalu disebut ulama karena ada musyawarah disana.
Saya sangat menganjurkan untuk memvalidasi tulisan saya ini dengan membaca kembali dalil-dalil terkait dan penjelasannya, dapat pula mencari artikel pembahasan di situs-situs yang menurut saya baik sebagai referensi karena jelas ditulis dalilnya, antara lain: rumaysho.com, muslim.or.id, rumahfiqih.com, konsultasisyariah.com dan lainnya yang intinya ada cek dalil. Dapat pula seperti saya memanfaatkan fasilitas Youtube, yaitu cukup search kata kunci permalasahan dan dapat pula dilengkapi nama ustadnya, misalnya "cara sholat Nabi" "Adi Hidayat" atau "Abdul Somad".
Saya dulu di SD negeri diajarkan bacaan doa iftitah itu 'Allahu Akbar kabiro.. Inni wajahtu..' ternyata ada lagi yang lain 'Allahuma ba'id baini..' dan lainnya. Takbir bisa angkat kedua tangan hingga sejajar telinga, bisa juga hingga sejajar bahu, keduanya ada dalilnya. Membaca Al-Fatihah itu ada haditsnya yang oleh sebab itu saya kemudian selalu membacanya lebih seksama tidak tergesa-gesa. Surat kedua yang dibaca itu juga merupakan doa sehingga selayaknya yang dibawakan sesuai dengan permasalahan yang dimohonkan untuk dilapangkan. Rukuk dan sujud pun doa. Tahiyat itu bentuk hormat seorang hamba, yang setelah tahiyat akhir ternyata ada doanya juga.
Sholat tarawih itu 11 rakaat apa 23 rakaat? Di Arab 23. Penjelasan keduanya bisa cek youtube juga kajiannya ust Adi Hidayat. Intinya yang benar yang mana? Ya keduanya benar karena ada dasarnya. Bagi orang yang mengejar kebenaran hanya satu ya repot karena ujung-ujungnya merasa paling benar. Padahal kebenaran adalah milik Allah, makanya para ustad pun setelah ceramah mengatakan 'Wallahu a'lam', hanya Allah yang Maha mengetahui, 'bishowab', yang sebenarnya.
Sehingga memang perbedaan dalam Islam itu biasa, merupakan anugerah, toleransi memang sudah dari sananya.
Makanya misalnya beda-beda dikit, pinjam kata-katanya ustad Adiwarman Karim, cincaylah.. Mau tahiyat telunjuk berdiri sejak awal silahkan, dipertengahan boleh, naik turun juga ada dasarnya. Pesan ust Adi Hidayat adalah tidak untuk mengecilkan yang lain, yang salah adalah yang kemudian malah jadi tidak sholat, yang salah ialah yang malah memperdebatkan sehingga bertengkar padahal masing-masing ada landasannya.
Jadi, kalau ada anak kemarin sore yang baru belajar Islam, kemudian menantang bahwa yang benar ini bukan itu, maka ajak lah tabayyun, klarifikasi, bahas bersama dasar dari masing-masing ini dan itu. Karena Islam bukan didirikan baru kemarin sore, dan ulama by definition berilmu tinggi, maka yang pasti disini adalah kitanya yang belum paham.
Belum paham maka belajar. Tidak tahu lebih baik diam daripada salah berucap. Dan terakhir kalau mendapati orang yang keras berdebat, tinggalkanlah sekalipun kita yang benar, ini ada dalilnya search aja.
Dulu sewaktu saya belajar di kuliah, ada kelas khusus untuk berdebat. Diajarkan dosennya ternyata setiap orang itu tidak boleh lari dari masalah, jadi harus terlatih berdebat hingga terpecahkan permasalahan. Menurut saya ini cukup baik membangun mental yang kokoh, tapi saya tidak yakin mengenai kemaslahatannya. Faktanya yang kalah debat masih menyimpan rasa dongkol, sembari mencari lagi sumber yang bisa memenangkan argumennya, dengan prinsip 'I might be losing the battle, but not the war'. Maka jadinya mental-mental gemar bertarung. Kebenaran hanya menjadi alasan untuk bertarung karena sudah ketagihan, kebiasaan. Hal yang tidak penting pun pasti akan diperdebatkan oleh orang yang sudah keranjingan macam ini.
Bagaimana cara Islam? Debat, okelah by definition membahas persoalan, tapi dengan kepala dingin, ini namanya musyawarah. Ada haditsnya segala sesuatu tergantung niat. Maka niatkan dari awal adalah memperoleh pemahaman masing-masing, bukan untuk menang-menangan mempermalukan lawan, ini akhlaqnya. Jadi kalau gagal paham bisa jadi disitu tidak ada yang ahli. Prinsip Islam adalah selalu menyerahkan pada ahlinya. Saya apakah ahli dalam hal ini? Tidak juga, maka baiknya dengarkanlah kajian-kajiam ustad seperti Adi Hidayat, Abdul Somad, Ali Jaber, Khalid Basalamah, dan lainnya search aja di Youtube. Sekali-kali lah buat hape atau laptop ini bermanfaat cari pahala dan terhindar dari maksiat dan dosa.
Debat secara umum akan menghilangkan berkah. Telah disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari, dari hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَبْغَضُ الرِّجَالِ إِلَى اللَّهِ الأَلَدُّ الْخَصِمُ
“Orang yang paling dibenci oleh Allah adalah orang yang paling keras debatnya.” (HR. Bukhari, no. 4523; Muslim, no. 2668)