Skip to main content

Makan dengan Tangan Kanan: Antara Budaya dan Iman

Photo by Craig Adderley from Pexels
 

Sempat diajarkan table manner? Hidangan disajikan satu set dari appetizer, main course, hingga dessert? Lalu bagaimana kita sebagai muslim kantoran menyantapnya? Ok hidangan halal, tapi set perangkat makan dengan garpu dan pisau? Tangan kanan atau kiri yang digunakan?

Tulisan ini tidak untuk mendeskriditkan coaching yang ada (misal John Robert Power, dll), yg saya juga pernah mengikuti training serupa baik gaya eropa maupun asia.

 

Undangan..

Tahun baru masehi, dan Januari banjir dengan undangan para pemilik rencana, menyerukan hasil pembelajaran akhir tahun sebelumnya dan apa program dan arahan untuk tahun berjalan.

Kebetulan saya termasuk yang sering mendapat disposisi untuk undangan yang ditujukan ke pimpinan perusahaan. Entah apa karena beliau bukan orang Indonesia sehingga sungkan bergaul dengan pimpinan perusahaan lain, atau memang jadwalnya super padat. Alhamdulillah saya justru memperoleh banyak pengalaman dan tentunya dengan senang hati mencicipi hidangan yang disediakan.

Meja bundar..

Undangan kali ini datang dari kementrian, mengambil tempat di hotel bintang lima jaringan internasional. Saya diantarkan untuk duduk di salah satu meja bundar, semeja dengan 7 undangan lain, yang tentunya pimpinan perusahaan atau delegasinya seperti saya. Kemudian mulailah pertukaran kartu nama dan pembicaraan seputar bisnis dan dunia kerja. Seringnya saya menghadiri acara serupa cukup melatih mental, mengingat di awal dulu saya sempat sedikit "minder", tahu diri bahwa saya hanya delegasi karena pimpinan perusahaan sebenarnya berhalangan hadir. Saya pikir kemudian hal seperti itu tidak penting sekali karena akhirnya saya hanya sekedar datang duduk dan diam di ruangan, sehingga makna dari sosialisi yang diharapkan dengan format meja bundar itu terlewat begitu saja. Faktanya, jarang sekali saya temukan karakter orang di undangan yang berniat datang tapi tidak mau diajak ngobrol. Justru momen makan bersama itulah yang mencairkan suasana, dalam rangka bertukar pikiran. 

Hidangan..

Kali ini hidangan internasional adalah bertema barat, disajikan lengkap dari hidangan pembuka hingga penutup. Sebagai profesional, tentunya saya telah diajarkan tata cara makan, baik barat maupun timur, meskipun tetap untuk satu hal tidak akan saya ikuti, apakah itu? Hidangan utama yang keluar adalah steik, dan cara konvensional makan steik adalah pisau di kanan dan garpu di kiri.

Maka ini dia cara saya. Pertama potong rapih dagingnya sehingga mudah untuk dimakan, kemudian letakkan pisaunya dan tangan kanan dapat menggunakan garpu untuk mengambil potongan daging, bismillah, santapan lezat dapat mulai dinikmati. Hal yang tidak saya duga, ketika kemudian saya melihat ke sekeliling, para tamu undangan lain juga melakukan hal yang serupa, yaitu makan tetap menggunakan tangan kanan.

Alhamdulillah

Di budaya kami memang tidak sopan menggunakan tangan kiri, dan ini berseberangan dengan budaya barat yang bebas salaman dengan tangan kiri ataupun tangan kanan. Namun dalam hal makan, ada hadistnya yang menyebutkan bahwa setan makan menggunakan tangan kiri.

Tentu kalau tidak ada uzur, selama masih dikaruniai tangan kanan yang berfungsi dengan baik, maka sebisa mungkin kita makan dengan tangan kanan. Tangan kanan sibuk sedang memegang yang lain atau sedang kotor, sebenarnya masih bisa kita taruh dahulu atau cuci tangan dulu, baru kemudian lanjut makan dengan tangan kanan.

Semoga kita semua selamat dengan tuntunan Rasulullah s.a.w.

Aamiin Yarabbal 'aalamiin..

Popular posts from this blog

Agile, Buru-buru, Labil?

Bismillah... Semoga Allah segera meluruskan bila ada yang salah dalam pemikiran saya ini yang hendak saya tuliskan ini. Image by Free-Photos from Pixabay Cerita kali ini tentang salah satu personality traits yang cukup populer di era teknologi saat ini, era digital, era milenial. Tidak lain ialah soal kelincahan, atau agility, yang bagi kalangan gamers

Hijrah Kontemporer, perlukah?

Image by Johannes Plenio from Pixabay Setelah sekian lama masuk ke dunia kerja, rasanya kehidupan tidak semulus kebanyakan dongeng semasa kecil, tidak selurus ajaran di bangku sekolah.    Ya, hidup itu keras, menghalalkan segala cara bisa jadi ada tergantung budaya kantornya, yang sudah mengakar. Maka bagaimanakah nasib muslim kantoran yang sudah terlanjur masuk ke industri yang tidak lurus? 

Mengejar Akhlaq, Umat yang sedikit

Image by John Hain from Pixabay Salam, Ini cerita flashback saya ketika di bangku SD. Kebetulan saya dimasukkan ke sekolah negeri, yang satu kelas isinya banyak sekali murid, sekalipun sudah dibagi kelas pagi dan siang. Pelajaran agama yang diajarkan di sekolah itu ialah agama Islam. Meskipun saya tidak terlalu pandai menghafal, tetapi saya cukup cerdik mempelajari situasi supaya mendapat nilai bagus di mata pelajaran agama tersebut, tentunya bukan dengan mencontek ataupun cara yang tidak mulia lainnya. Sebaliknya, ternyata trik yang saya lakukan itu merupakan pelajaran yang berharga seterusnya bagi kehidupan saya. Akhlaq.