Skip to main content

Exit Kantoran

Image by Andrew Martin from Pixabay

 

Beberapa waktu kemarin ini saya exit dari dunia kantoran. Artinya exit juga tidak lanjut cari nafkah di kantor baru, tidak tahu sementara COVID-19 ini atau seterusnya. Tapi dengan demikian terbukti juga bahwa harta itu bisa naik turun, tetapi rejeki itu pasti. Insya Allah. Akan saya share cara dapat uang selain dari kerja di kantor dalam kesempatan lain.

Kemudian pertanyaannya, yang saya lakukan itu merupakan exit strategy atau just exit? Silahkan nilai sendiri.

Waktu itu perusahaan ganti kepemilikan, saya termasuk yang survive, tapi saya tidak cocok dengan pemilik baru, jadi saya exit dengan pesangon cukup lumayan. Dari situ saya gunakan di market dan sangat mengagetkan penghasilan dalam pada bulan itu jika dibandingkan dengan gaji saya sebelumnya di kantoran sudah lebih dari gaji saya yang biasa saya terima. Kemudian sekalian saja tabungan, deposito, sukuk yang sempat dikumpulkan sejak awal karir ikut masuk, dan hasilnya di bulan berikutnya saya dapat lebih dari 2x lipat gaji saya sebulan. Bulan ini pun belum berakhir, tapi sudah lebih dari bulan-bulan sebelumnya. Itu bicara penghasilan.

Sebenarnya apa sih tujuan saya waktu itu kerja kantoran? Karena aman, digaji setiap bulan, ada asuransi kesehatan, dana pensiun, bonus tahunan dsb. Kemudian apa itu karir? Dari asisten menejer, menejer, senior menejer, direktur, terus kenapa? Prestige kalau ketemu dengan teman, saya orang terpadang punya jabatan? dihormati orang? Lupa kalau tujuan bekerja itu sebenarnya cari nafkah, bukan cari pamor. Kalau kepingin disembah banget kayaknya sudah kalah sama firaun yang kepingin jadi Tuhan. Naudzubillahimindzalik.

Dengan pemikiran seperti ini, artinya pikiran saya sudah berkabut, maka saya exit dulu.

Maka nextnya saya leave dulu kantoran dan lebih fokus ke cari nafkahnya, yang ternyata tidak mesti kantoran. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat, rezki, dan kesejahteraan kepada kita semua. Aamiin YRA.

Popular posts from this blog

Agile, Buru-buru, Labil?

Bismillah... Semoga Allah segera meluruskan bila ada yang salah dalam pemikiran saya ini yang hendak saya tuliskan ini. Image by Free-Photos from Pixabay Cerita kali ini tentang salah satu personality traits yang cukup populer di era teknologi saat ini, era digital, era milenial. Tidak lain ialah soal kelincahan, atau agility, yang bagi kalangan gamers

Hijrah Kontemporer, perlukah?

Image by Johannes Plenio from Pixabay Setelah sekian lama masuk ke dunia kerja, rasanya kehidupan tidak semulus kebanyakan dongeng semasa kecil, tidak selurus ajaran di bangku sekolah.    Ya, hidup itu keras, menghalalkan segala cara bisa jadi ada tergantung budaya kantornya, yang sudah mengakar. Maka bagaimanakah nasib muslim kantoran yang sudah terlanjur masuk ke industri yang tidak lurus? 

Mengejar Akhlaq, Umat yang sedikit

Image by John Hain from Pixabay Salam, Ini cerita flashback saya ketika di bangku SD. Kebetulan saya dimasukkan ke sekolah negeri, yang satu kelas isinya banyak sekali murid, sekalipun sudah dibagi kelas pagi dan siang. Pelajaran agama yang diajarkan di sekolah itu ialah agama Islam. Meskipun saya tidak terlalu pandai menghafal, tetapi saya cukup cerdik mempelajari situasi supaya mendapat nilai bagus di mata pelajaran agama tersebut, tentunya bukan dengan mencontek ataupun cara yang tidak mulia lainnya. Sebaliknya, ternyata trik yang saya lakukan itu merupakan pelajaran yang berharga seterusnya bagi kehidupan saya. Akhlaq.